Etika dalam
Beriklan
Definisi Etika dalam Beriklan
Pengertian Etika (Etimologi),
berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau
adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral
yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya
“Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan
melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan
yang buruk.
Berdasarkan definisi etika diatas, Etika dalam
Beriklan adalah nilai kejujuran yang terkandung didalam suatu iklan, tidak
memicu konflik SARA, tidak mengandung pornografi, tidak bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku di budaya sekitar, tidak melanggar etika bisnis dan
tidak mencontek atau plagiat.
Latar Belakang
Dalam
dunia bisnis, iklan merupakan satu kekuatan yang dapat digunakan untuk menarik
konsumen sebanyak-banyaknya. Penekanan utama iklan adalah akses informasi dan
promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Sebagai media, baik yang berupa
visual atau oral, iklan jenis punya tendensi untuk mempengaruhi khalayak umum
untuk mencapai target keuntungan.
Iklan
pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang dimaksudkan untuk
mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen, dengan kata lain
mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis
adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara
positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang
dapat dijual kepada konsumen.
Hampir
setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik
cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah
sebenarnya peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan
sosial yang menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa
yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan. Masalah moral dalam iklan muncul
ketika iklan kehilangan nila-nilai normatifnya dan menjadi semata-mata bersifat
propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tingi dari para produsen
barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan.
Analisis Masalah
Analisi
masalah pada penulisan ini adalah bagaimana seharusnya produsen mempromosikan
suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan
perusahaan dan hak-hak konsumen terutama didalam iklan.
Contoh Kasus
1.Persaingan Yang Dilakukan Antar Operator
Selular Kartu As (Simpati) Dan Xl
Beberapa tahun lalu, sebuah iklan Kartu AS yang diiklankan oleh Sule di
televisi. Dalam iklan tersebut, ia
tampil seolah-olah sedang diwawancarai oleh wartawan. Kemudian ia selanjutnya
berkomentar, ”Saya kapok dibohongin sama anak kecil,” ujar Sule yang disambut
dengan tertawa para wartawan, dalam penampilan iklannya.
Padahal dalam iklan yang memakai Sule sebagai model langsung teringat
iklan Kartu XL yang juga dibintangi Sule juga bersama Baim dan Putri Titian.
Terjadilah dialog antara Sule dan Baim. “Gimana Im, Om Sule ganteng khan?”
tanya Sule. “Jelek!” jawab Baim memperlihatkan muka polosnya. Kemudian Sule
memberikan dua buah makanan kepada Baim dengan harapan Baim akan mengatakan
‘Sule ganteng’. Namun Baim masih menjawab apa ada seperti jawaban sebelumnya.
“Dari pertama, Om Sule itu jelek. Dari pertama kalau Rp. 25,- XL, murahnya
beneran.” jawab Baim lagi, dan seterusnya.
Satu orang muncul dalam dua penampilan iklan yang merupakan satu produk
sejenis yang saling bersaing, dalam waktu yang hampir bersamaan. Jeda waktu aku
menonton penampilan Sule dalam iklan di XL dan AS tidak terlalu jauh bahkan
hanya dalam hitungan hari. Ada sebagian orang yang berpendapat apa yang
dilakukan oleh Sule tidak etis dalam dunia periklanan. Mereka menyoroti peran
Sule yang menjadi ‘kutu loncat’ ala tokoh parpol yang secara cepat berpindah
kepada pelaku iklan lain yang merupakan kompetitornya. Sebagian lain
berpendapat, sah-sah aja.
Namun pada prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi (khususnya)
harus patuh pada aturan-aturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta
taat dan tunduk pada tata krama iklan yang sifatnya memang tidak mengikat.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang menghimpun pengaturan dan peraturan
tentang dunia iklan di Indonesia yang bersifat mengikat antara lain adalah
peraturan sebagai berikut:
- UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers
- UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran
- UU No. 7 tahun 1996
- PP No. 69 tahun 1999
- Kepmenkes No. (rancangan) tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
- PP No. 81 tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
- PP No.38 tahun 2000 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
- Kepmenkes No. 368/MEN.KES/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan, Rumah Tangga, Makanan, dan Minuman.
Selain taat dan patuh pada aturan perundang-undangan di atas, pelaku
iklan juga diminta menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara
Indonesia (EPI). Ketaatan terhadap EPI diamanahkan dalam ketentuan “Lembaga
penyiaran wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia.” (Pasal 29 ayat (1)
Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).
Lembaga penyiaran dalam menyiarkan siaran iklan niaga dan siaran iklan
layanan masyarakat wajib mematuhi waktu siar dan persentase yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan. (Pasal 29 ayat (2) Peraturan KPI tentang Pedoman
Perilaku Penyiaran).
Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi
persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI. (Pasal 46 ayat (4) UU Penyiaran).
Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus
sensor dari lembaga yang berwenang. (Pasal 47 UU Penyiaran).
Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh
KPI. (Pasal 48 ayat (1) UU Penyiaran).
Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan
masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat
dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran
yang bersangkutan. (Pasal 1 ayat (15) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku
Penyiaran)
Siaran
iklan niaga dilarang melakukan (Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran):
- Promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain
- Promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif
- Promosi rokok yang memperagakan wujud rokok
- Hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama
- Eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
Selanjutnya, mengenai pengaturan Etika Pariwara Indonesia (EPI).
Intinya, mengenai kasus Sule yang menjadi bintang iklan pada dua produk
kompetitor, aku tidak melihatnya sebagai sebuah pelanggaran kode etika pariwara
Indonesia (EPI).
Namun demikian, yang patut dipersoalkan bukanlah pada peran Sule yang
tampil di dua iklan produk sejenis, tetapi pada materi iklan yang saling
menyindir dan menjelekkan. Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam
EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk
pesaing secara langsung maupun tidak langsung.”
Di sinilah yang sebenarnya patut dijadikan sebagai objek pembicaraan dan
diskusi. Sebagaimana banyak diketahui, iklan-iklan antar produk kartu seluler
di Indonesia selama ini kerap saling sindir dan merendahkan produk
kompetitornya.
2.Perang Iklan XL vs Telkomsel di billboard
Medan
Di dalam EPI juga diberikan beberapa prinsip tentang keterlibatan
anak-anak di bawah umur apalagi Balita seperti antara lain:
·
Anak-anak
tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi
oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa.
·
Iklan
tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan adegan yang berbahaya,
menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.
·
Iklan
tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu
produk yang bukan untuk anak-anak.
·
Iklan
tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester power)
anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan
anakanak mereka akan produk terkait (lihat halaman 34 EPI).
3.Iklan Obat
Herbal Bintang Toedjoe Masuk Angin
Besar dan kuatnya persaingan antar
perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali
terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku.
Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk
dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak
lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli.
Salah satu kasus yang akan dibahas
adalah tentang pelanggaran yang dilakukan oleh iklan Bintang Toedjoe Masuk
Angin. Sebelumnya, obat herbal masuk angin sangat berguna bagi tubuh dikala
tubuh manusia sedang masuk angin. Obat masuk angin dapat bekerja secara alami
didalam tubuh manusia yang dapat mencegah dan mengobati masuk angin tanpa efek
samping bagi tubuh. Saat ini obat herbal masuk angin dikuasai oleh dua produk,
yaitu Tolak Angin dan Bintang Toedjoe Masuk Angin.
Tolak angin adalah produk dari PT.
SIDOMUNCUL yang sejak lama telah memasarkan obat-obatan herbal dan jamu.
Sedangkan belum lama ini, sering terlihat iklan dari salah satu anak perusahaan
PT. KALBE FARMA, Tbk yaitu PT. BINTANG TOEDJOE yang juga meluncurkan produk
obat herbal masuk angin. Iklan produk tersebut terlihat saling menjatuhkan dan
membandingkan produknya satu sama lain.
Terlihat jelas bahwa iklan Bintang
Toedjoe masuk angin menyindir produk dari Tolak Angin dengan slogannya “Orang
Bejo Lebih Untung Dari Orang Pintar”, sedangkan Tolak Angin sendiri memiliki
slogan “Orang Pintar Minum Tolak Angin” slogan ini lah yang disindir oleh
produk Bintang Toedjoe, yang dimana pada kenyataannya Tolak Angin yang lebih
dahulu memasarkan produk obat herbal masuk angin di Indonesia bahkan sampai
keluar negeri. Bahkan untuk iklan terbaru produk Bintang Toedjoe yang
bertujuan memperkenalkan kemasan terbarunya pun masih menyinggung produk Tolak
angin dengan sloga “Orang bejo berinovasi, lalu orang pintar ngapain?”
Bintang Toedjoe Masuk Angin sebagai pendatang baru
cukup berani menggunakan slogan yang secara tidak langsung menyindir produk
Tolak Angin sebagai market leader, tetapi hal tersebut berhasil menarik
perhatian konsumen sehingga membuat produk tersebut terkenal.
Dalam iklan ini juga terdapat Cita
Citata mengenakan pakaian yang cukup seksi (tangtop ketat berwarna kuning dan
kemeja berukuran pendek yang seluruh kancingnya dibuka dan diikatkan hanya
bagian bawahnya saja) sambil menyanyikan lagu Perawan atau Janda yang
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan iklan, Cita Citata bergoyang dengan
gerakan yang “menggoda” sambil memegang busa pencuci mobil. Selain itu, kamera
juga fokus ke bagian atas tubuh Cita Citata dimana bagian dadanya tersorot
dengan jelas dengan pakaian seksinya itu.
Jika dikaitkan dengan kode etik
periklanan, iklan ini menyimpang dalam aspek tatakrama dalam isi iklan, salah
satunya Pornografi dan Pornoaksi. Seperti yang terdapat dalam Tata Krama Isi
Iklan yang berbunyi “Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau
seksualitas dengan cara apapun, dan untuk tujuan atau alasan apapun.” KPI
mengingatkan berdasarkan Pasal 43 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Pasal 58
Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 maka ketentuan siaran iklan harus tunduk
pada Etika Pariwara Indonesia (EPI). Iklan harus menghormati dan melestarikan
nilai-nilai budaya Indonesia. Budaya Indonesia yang menjujung norma kesopanan.
Hal demikian dapat memberikan pengaruh buruk terhadap khalayak terutama anak
dan remaja.
Kesimpulan
Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam
iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis
masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika
periklanan. Sebuah perusahaan harus memperhatikan etika dan estetika dalam
sebuah iklan dan terus memperhatikan hak-hak konsumen.
Saran
Dalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu dalam bisnis
periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan
tersebut sehingga tidak merugikan konsumen. Sebuah perusahaan harus
memperhatikan kepentingan dan hak – hak konsumen, dan tidak hanya memikirkan
keuntungan semata
Daftar
Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar