Music

Kamis, 08 Maret 2018

Etika Dalam Beriklan



Etika dalam Beriklan

Definisi Etika dalam Beriklan
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Berdasarkan definisi etika diatas, Etika dalam Beriklan adalah nilai kejujuran yang terkandung didalam suatu iklan, tidak memicu konflik SARA, tidak mengandung pornografi, tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di budaya sekitar, tidak melanggar etika bisnis dan tidak mencontek atau plagiat.

Latar Belakang
            Dalam dunia bisnis, iklan merupakan satu kekuatan yang dapat digunakan untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Penekanan utama iklan adalah akses informasi dan promosi dari pihak produsen kepada konsumen. Sebagai media, baik yang berupa visual atau oral, iklan jenis punya tendensi untuk mempengaruhi khalayak umum untuk mencapai target keuntungan.
         Iklan pada hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang dimaksudkan untuk mendekatkan barang yang hendak dijual kepada konsumen, dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa dijual kepada konsumen. Secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang dapat dijual kepada konsumen.
            Hampir setiap hari kita dibanjiri oleh iklan yang disajikan media-media massa, baik cetak maupun elektronik. Akibatnya seakan-akan upaya pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari untuk sebagian besarnya dikondisikan oleh iklan. Memang, inilah sebenarnya peran yang diemban oleh iklan, yakni sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang menginformasikan konsumen perihal produk-produk barang dan jasa yang bisa dijadikan sebagai pemuas kebutuhan. Masalah moral dalam iklan muncul ketika iklan kehilangan nila-nilai normatifnya dan menjadi semata-mata bersifat propaganda barang dan jasa demi profit yang semakin tingi dari para produsen barang dan jasa maupun penyedia jasa iklan.

Analisis Masalah
            Analisi masalah pada penulisan ini adalah bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen terutama didalam iklan.

Contoh Kasus
1.Persaingan Yang Dilakukan Antar Operator Selular Kartu As (Simpati) Dan Xl
Beberapa tahun lalu, sebuah iklan Kartu AS yang diiklankan oleh Sule di televisi. Dalam  iklan tersebut, ia tampil seolah-olah sedang diwawancarai oleh wartawan. Kemudian ia selanjutnya berkomentar, ”Saya kapok dibohongin sama anak kecil,” ujar Sule yang disambut dengan tertawa para wartawan, dalam penampilan iklannya.
Padahal dalam iklan yang memakai Sule sebagai model langsung teringat iklan Kartu XL yang juga dibintangi Sule juga bersama Baim dan Putri Titian. Terjadilah dialog antara Sule dan Baim. “Gimana Im, Om Sule ganteng khan?” tanya Sule. “Jelek!” jawab Baim memperlihatkan muka polosnya. Kemudian Sule memberikan dua buah makanan kepada Baim dengan harapan Baim akan mengatakan ‘Sule ganteng’. Namun Baim masih menjawab apa ada seperti jawaban sebelumnya. “Dari pertama, Om Sule itu jelek. Dari pertama kalau Rp. 25,- XL, murahnya beneran.” jawab Baim lagi, dan seterusnya.
Satu orang muncul dalam dua penampilan iklan yang merupakan satu produk sejenis yang saling bersaing, dalam waktu yang hampir bersamaan. Jeda waktu aku menonton penampilan Sule dalam iklan di XL dan AS tidak terlalu jauh bahkan hanya dalam hitungan hari. Ada sebagian orang yang berpendapat apa yang dilakukan oleh Sule tidak etis dalam dunia periklanan. Mereka menyoroti peran Sule yang menjadi ‘kutu loncat’ ala tokoh parpol yang secara cepat berpindah kepada pelaku iklan lain yang merupakan kompetitornya. Sebagian lain berpendapat, sah-sah aja.
Namun pada prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi (khususnya) harus patuh pada aturan-aturan perundang-undangan yang bersifat mengikat serta taat dan tunduk pada tata krama iklan yang sifatnya memang tidak mengikat. Beberapa peraturan perundang-undangan yang menghimpun pengaturan dan peraturan tentang dunia iklan di Indonesia yang bersifat mengikat antara lain adalah peraturan sebagai berikut:
  •  UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 
  •  UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers
  •  UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran
  •  UU No. 7 tahun 1996
  •  PP No. 69 tahun 1999
  • Kepmenkes No. (rancangan) tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
  • PP No. 81 tahun 1999 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
  • PP No.38 tahun 2000 Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan 
  • Kepmenkes No. 368/MEN.KES/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan, Rumah Tangga, Makanan, dan Minuman.
Selain taat dan patuh pada aturan perundang-undangan di atas, pelaku iklan juga diminta menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Ketaatan terhadap EPI diamanahkan dalam ketentuan “Lembaga penyiaran wajib berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia.” (Pasal 29 ayat (1) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).
Lembaga penyiaran dalam menyiarkan siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat wajib mematuhi waktu siar dan persentase yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (Pasal 29 ayat (2) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran).
Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh KPI. (Pasal 46 ayat (4) UU Penyiaran).
Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan wajib memperoleh tanda lulus sensor dari lembaga yang berwenang. (Pasal 47 UU Penyiaran).
Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan oleh KPI. (Pasal 48 ayat (1) UU Penyiaran).
Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan. (Pasal 1 ayat (15) Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran)
Siaran iklan niaga dilarang melakukan (Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran):
  • Promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain
  • Promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif
  • Promosi rokok yang memperagakan wujud rokok 
  •  Hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama 
  •  Eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
Selanjutnya, mengenai pengaturan Etika Pariwara Indonesia (EPI). Intinya, mengenai kasus Sule yang menjadi bintang iklan pada dua produk kompetitor, aku tidak melihatnya sebagai sebuah pelanggaran kode etika pariwara Indonesia (EPI).
Namun demikian, yang patut dipersoalkan bukanlah pada peran Sule yang tampil di dua iklan produk sejenis, tetapi pada materi iklan yang saling menyindir dan menjelekkan. Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.”
Di sinilah yang sebenarnya patut dijadikan sebagai objek pembicaraan dan diskusi. Sebagaimana banyak diketahui, iklan-iklan antar produk kartu seluler di Indonesia selama ini kerap saling sindir dan merendahkan produk kompetitornya.
2.Perang Iklan XL vs Telkomsel di billboard Medan
Di dalam EPI juga diberikan beberapa prinsip tentang keterlibatan anak-anak di bawah umur apalagi Balita seperti antara lain:
·         Anak-anak tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa.
·         Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan adegan yang berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.
·         Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu produk yang bukan untuk anak-anak.
·         Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek (pester power) anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan permintaan anakanak mereka akan produk terkait (lihat halaman 34 EPI).
3.Iklan Obat Herbal Bintang Toedjoe Masuk Angin
Besar dan kuatnya persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli.
Salah satu kasus yang akan dibahas adalah tentang pelanggaran yang dilakukan oleh iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin. Sebelumnya, obat herbal masuk angin sangat berguna bagi tubuh dikala tubuh manusia sedang masuk angin. Obat masuk angin dapat bekerja secara alami didalam tubuh manusia yang dapat mencegah dan mengobati masuk angin tanpa efek samping bagi tubuh. Saat ini obat herbal masuk angin dikuasai oleh dua produk, yaitu Tolak Angin dan Bintang Toedjoe Masuk Angin. 
Tolak angin adalah produk dari PT. SIDOMUNCUL yang sejak lama telah memasarkan obat-obatan herbal dan jamu. Sedangkan belum lama ini, sering terlihat iklan dari salah satu anak perusahaan PT. KALBE FARMA, Tbk yaitu PT. BINTANG TOEDJOE yang juga meluncurkan produk obat herbal masuk angin. Iklan produk tersebut terlihat saling menjatuhkan dan membandingkan produknya satu sama lain. 
Terlihat jelas bahwa iklan Bintang Toedjoe masuk angin menyindir produk dari Tolak Angin dengan slogannya “Orang Bejo Lebih Untung Dari Orang Pintar”, sedangkan Tolak Angin sendiri memiliki slogan “Orang Pintar Minum Tolak Angin” slogan ini lah yang disindir oleh produk Bintang Toedjoe, yang dimana pada kenyataannya Tolak Angin yang lebih dahulu memasarkan produk obat herbal masuk angin di Indonesia bahkan sampai keluar negeri. Bahkan untuk iklan terbaru produk Bintang Toedjoe yang bertujuan memperkenalkan kemasan terbarunya pun masih menyinggung produk Tolak angin dengan sloga “Orang bejo berinovasi, lalu orang pintar ngapain?”


Bintang Toedjoe Masuk Angin sebagai pendatang baru cukup berani menggunakan slogan yang secara tidak langsung menyindir produk Tolak Angin sebagai market leader, tetapi hal tersebut berhasil menarik perhatian konsumen sehingga membuat produk tersebut terkenal.



Dalam iklan ini juga terdapat Cita Citata mengenakan pakaian yang cukup seksi (tangtop ketat berwarna kuning dan kemeja berukuran pendek yang seluruh kancingnya dibuka dan diikatkan hanya bagian bawahnya saja) sambil menyanyikan lagu Perawan atau Janda yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan iklan, Cita Citata bergoyang dengan gerakan yang “menggoda” sambil memegang busa pencuci mobil. Selain itu, kamera juga fokus ke bagian atas tubuh Cita Citata dimana bagian dadanya tersorot dengan jelas dengan pakaian seksinya itu.
Jika dikaitkan dengan kode etik periklanan, iklan ini menyimpang dalam aspek tatakrama dalam isi iklan, salah satunya Pornografi dan Pornoaksi. Seperti yang terdapat dalam Tata Krama Isi Iklan yang berbunyi “Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apapun, dan untuk tujuan atau alasan apapun.” KPI mengingatkan berdasarkan Pasal 43 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Pasal 58 Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 maka ketentuan siaran iklan harus tunduk pada Etika Pariwara Indonesia (EPI). Iklan harus menghormati dan melestarikan nilai-nilai budaya Indonesia. Budaya Indonesia yang menjujung norma kesopanan. Hal demikian dapat memberikan pengaruh buruk terhadap khalayak terutama anak dan remaja.

Kesimpulan
Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan hak-hak konsumen.

Saran
Dalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut sehingga tidak merugikan konsumen. Sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hak – hak konsumen, dan tidak hanya memikirkan keuntungan semata

Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar